k9fNfc9la6TpAxgmQLSGLRtfzYBM7Q8ABHwNMyzK
Bookmark

Perbedaan Fitoplankton dan Zooplankton

A. FITOPLANKTON

Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopis – terdiri dari berbagai spesies yang berbentuk uniselular (sel tunggal, unicellular), filamen (lempengan, filamentous), atau berbentuk rantai, yang mengapung bebas di air permukaan (zona fotik) samudera dan peraira pesisir. Fitoplankton meliputi berbagai jenis kelompok alga yang sebagian besar merupakan organisme autotropik.

Berdasarkan ukurannya, fitoplankton dibedakan menjadi ultraplankton (f < 5 μm), nanoplankton (f 5 – 70 μm), mikroplankton (f 70 – 100 μm), dan makroplankton (f > 100 μm). Di dalam opeasional, plankton dibedakan menjadi dua fraksi berdasarkan pada jaring plankton yang dipergunakan. Semua fitoplankton tertahan oleh jaring plankton (bukaan f 64 μm), dan yang lolos dari jaring plankton disebut nanoplankton.

Jenis-jenis plankton yang utama adalah diatom (klas Bacillariophyceae), dinoflagellata (klas Dinophyceae), coccolithophore (klas Prymnesiophyceae), silicoflagellata (klas Chrysophyceae), dan blue-green algae (klas Cyanophyceae).

Diatom (Gambar A) sering mendominasi komunitas fitoplankton di daerah berlintang tinggi, perairan dekat pantai di daerah temperat, dan di dalam sistem “upwelling”. Diatom cenderung tenggelam di dalam perairan yang nonturbulen, walaupun morfologi, fisiologi, dan adaptasi fisik mendukung pengapungannya.

Dinoflagellata (Gambar B)juga tersebar luas di lingkungan samudera dan estuari, dan dominan di banyak daerah subtropis dan tropis, dan melimpah di daerah temperate. Sebagian dinoflagellata berreproduksi secara sexual, dan sebagian besar secara asexual. Laju reproduksi bervariasi, tergantung pada kondisi lingkungan. Sebagian besar dinoflagellata bersifat autotrofik. Sejumlah spesies dinoflagellata menghasilkan racun yang bila dilepaskan ke perairan sering dapat menyebabkan kematian massal pada ikan, kerang-kerangan, dan organisme lain. Efek dari racun itu sangat jelas pada saat terjadi peristiwa “Red Tide”, saat terjadi blooming (ledakan populasi) algae.

clip_image002

1. A. Macam-macam Diatom.

clip_image004

1. B. Macam-macam Dinoflagelata.

clip_image006

1. C. Coccolith.

clip_image008

1. D. Silikoflagelata.

clip_image010

1. E. Cyanobacteria atau Blue-green algae.

Gambar 1. Macam-macam jenis fitoplankton di laut. Dari Webber dan Thurman (1991).

Coccolithophore adalah algae uniselular (Gambar 6.2.C), yang melimpah di perairan samudera terbuka di daerah tropis dan subtropis, dan kadang-kadang juga di lingkungan pesisir. Sebagian besar plankton ini bersifat autotropik, dan beberapa bersifat heterotropik di bawah zona fotik.

Silicoflagelata (Gambar 6.2.D) adalah organisme bersel tunggal yang kecil yang disebut

nanoplankton dan memiliki skeleton eksternal berkomposisi silika.

Blue-green algae (Gambar 6.2.E) adalah sebutan lain bagi cyanobacteria atau blue-green bacteria. Organisme ini memiliki pigmen phycocyanin yang dapat menyebabkannya berwarna biru- hijau atau merah, dan klorofil yang membuat organisme ini dapat melakukan fotosintesis. Kemampuannya melakukan fotosintesis menyebabkannya dikelompokkan ke dalam kelompok fitoplankton. Trichodesmium adalah salah satu jenis blue-green algae yang dapat “blooming” dan memberi warna merah, dan mengeluarkan racun yang dapat mematikan organisme lain. Laut Merah mendapatkan namanya karena fenomena ini. Di lingkungan laut, blue-green algae penting karena kemampuannya melakukan fiksasi nitrogen – merubah ammonia menjadi nitrit dan nitrat. Organisme ini berperanan penting dalam memperkaya nutrien di perairan terumbu karang (Webber dan Thruman, 1991).

Penyebaran populasi fitoplankton tidak merata, tergantung pada respon organisme itu terhadap kondisi hidrografi, sinar, dan distribusi nutrien, predasi dan simbiosis, dan agregasi mekanik oleh proses-proses fisik.

Produktifitas fitoplankton berkaitan dengan laju fiksasi karbon (sintesis organik), yang ditentukan dengan pengukuran laju fotosintesis atau respirasi. Metode yang biasa dipergunakan untuk menaksir produktifitas fitoplankton adalah dengan mengukur: (1) oksigen yang dilepas selama fotosintesis, (2) penyerapan karbon dioksida, (3) pH, (4) laju pemunculan biomassa alga yang baru pada suatu waktu, dan (5) penyerapan radioaktif 14C. Metode radioaktif adalah metode yang sangat luas diterima dalam memperkirakan produktifitas plantonik primer di laut. Produktifitas fitoplankton sangat bervariasi dalam ruang dan waktu.

Produktifitas primer fitoplankton adalah fungsi dari interaksi sejumlah faktor fisik, kimia, dan biologi, dan faktor yang sangat penting adalah cahaya, temperatur, sirkulasi air, salinitas, nutrien dan pemangsaan (grazing). Energi cahaya dipandang sebagai faktor pembatas yang mengontrol distribusi fitoplankton. Variasi musiman penyinaran matahari pada lintang tertentu menghasilkan pola produksi musiman yang berbeda di daerah tropis, temperate, boreal, dan kutub.

Banyak penyinaran matahari di laut tergantung pada sudut datang sinar matahari sepanjang hari, musim dalam setahun, posisi lintang, dan kondisi iklim lokal – seperti tutupan awan. Di dalam kolom air, absorpsi dan penyebaran sinar oleh molekul-molekul air, partikel suspensi, dan material terlarut mengurangi sinar. Sinar dan temperatur mempengaruhi blooming (ledakan populasi) fitoplankton musiman di dalam sistem di lingtang tinggi dan menengah.

Nutrien diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi fitoplankton yang memadai. Unsur nutrien yang utama adalah nitrogen, fosfor, dan silikon. Peristiwa blooming fitoplankton terjadi bila di perairan terdapan kandungan nutrien yang tinggi dan perairan banyak mendapat penyinaran sinar matahari.

B. ZOOPLANKTON

Zooplankton (Gambar 2) dapat diklasifikasikan berdasarkan pada ukuran atau lama kehidupan planktoniknya. Berdasarkan pada lamanya kehidupan planktonik, zooplankton diklasifikasikan menjadi:

1). Holoplankton – organisme tetap dalam bentuk plankton sepanjang hidupnya: copepod, cladoceran, dan rotifer.

2). Meroplankton – hewan yang hanya sebagian dari siklus hidupnya sebagai plankton: larva invertebrata bentos, cordata bentos, dan ikan.

3). Tychoplankton – zooplankton demersal yang secara periodik terhambur menjadi plankton oleh arus dasar, adukan gelombang, dan bioturbasi: amphipod, isopod, cumacean, dan mysid.

Berdasarkan pada ukurannya, zooplankton dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:

1). Mikrozooplankton (< 202 μm), seperti: protozoa dan tintinid, larva meroplankton dari invertebrata bentik, dan copepod nauplii.

2). Mesozooplankton (202 – 500 μm), seperti: cladocerans, copepod, rotifer, dan meroplankton besar.

3). Makrozooplankton (>500 μm), terdiri dari tiga kelompok, yaitu: (1) ubur-ubur (jellyfish: hydromedusa, combjellies, true jellyfish), (2) crustacea: amphipod, isopod, mysid shrimp, true

shrimp, dan (3) cacing polychaeta.

clip_image012

2.A. Copepod

clip_image014

2.B. Rotifer

clip_image016

2.C. Amphipod.

clip_image018

2.D. Isopod.

clip_image020

2.E. Radiolaria.

clip_image022

Gambar 2. Macam-macam zooplankton. Dari Webber dan Thurman (1991), kecuali 6.3.B dari Ingmanson dan Wallace (1985).

Sejumlah faktor biotik dan abiotik mempengaruhi dinamika dan struktur komunitas zooplankton. Sinar adalah faktor lingkungan utama yang mengatur migrasi vertikal organisme ini. Perubahan penyinaran pada saat matahari terbit dan terbenam menyababkan gerakan vertikan populasi zooplankton.

Zooplankton memainkan peranan penting dalam rantai makanan di laut dan estuari sebagai perantara antara produsen primer (fitoplankton) dan konsumen sekunder. Beberapa zooplankton juga omnivora.

Posting Komentar

Posting Komentar