k9fNfc9la6TpAxgmQLSGLRtfzYBM7Q8ABHwNMyzK
Bookmark

Struktur Ruang Desa

Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Dari pengertian penataan ruang menurut Undang- Undang No. 24 Tahun 1992 tersebut dapat diartikan sebagai berikut.
a. Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan, termasuk permukaan perairan darat, dan sisi darat dari garis laut terendah.
b. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut, garis laut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya masuk wilayah Republik Indonesia yang mempunyai hak yurisdiksi.
c. Ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi. Di situ Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi.
d. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak.
e. Penataan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tata ruang yang terencana dengan memperlihatkan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antarlingkungan, tahapan dan pengelolaan pembangunan, serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia yang ada dan tersedia, dengan selalu mendasarkan pada kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
f. Tata ruang desa merupakan suatu tempat atau daerah tempat tinggal penduduk dengan memanfaatkan lingkungannya guna kelangsungan hidupnya.
Perkembangan desa tergantung kepada sumber daya alamnya, sumber daya manusianya, dan letaknya. Letak suatu desa pada umumnya jauh dari kota, jauh dari pusat keramaian, dan mempunyai tanah pertanian yang luas. Penggunaan tanah di desa pada umumnya untuk tanaman bahan makanan pokok. Perumahan penduduk di desa dibangun saling berdekatan satu sama lain. Desa-desa yang letaknya di pedalaman semacam ini, perkembangannya tidak semaju desa-desa perbatasan kota.

Struktur Ruang Desa

Pedesaan adalah suatu wilayah yang terdiri dari sejumlah desa yang lokasinya di daerah belakang perkotaan. Pola tata ruang pedesaan bermacam- macam bentuknya sesuai dengan kondisi fisiografisnya, antara lain seperti berikut.
1. Pola memanjang jalan.
Pola tersebut susunan desanya mengikuti jalur- jalur jalan. Demikian pula permukiman penduduknya terdapat di ping- gir-pinggir jalan. Pola tersebut terdapat di daerah yang datar. Contohnya, Desa Telang di Kalimantan Tengah. Perhatikan peta berikut ini!

Secara geografis, Telang terletak kira-kira 142 km sebelah utara Banjarmasin dan kira-kira 15 km sebelah timur Sungai Barito pada garis 206’ LS dan garis 11505’ BT.
Desa tersebut dikelilingi oleh daerah-daerah hutan yang telah ditebangi selama beberapa turunan. Hutan rimba yang asli masih dapat diketemukan di sekitarnya. Di samping itu, kita jumpai daerah berawa yang rendah dan tidak baik untuk pertanian. Sungai Telang mengalir ke barat menerjang desa itu, kemudian menjadi Sungai Pupukan, akhirnya terjun ke dalam Sungai Barito dekat Kota Damparan.
Desa Telang secara geografis terletak antara Kota Tamiang Lajang di sebelah timur, dan Kota Bengkuang di sebelah barat di tepi Sungai Barito. Perkampungan Desa Telang terletak di sepanjang jalan menuju ke kedua kota tersebut.
2. Pola memanjang pantai.
Pola semacam ini banyak dijumpai di daerah nela- yan di Indonesia. Pola susunan desanya memanjang sepanjang pantai. Contohnya, Desa Allang di Pulau Ambon. Perhatikan peta berikut!

Gunung-gunung, lautan, tanah, air tawar, dan angin merupakan ciri-ciri khas yang menandai keadaan alam Desa Allang. Seseorang yang ingin mendirikan suatu bangunan terlebih dulu harus membuat suatu dataran kecil dengan jalan membangun suatu teras.
Ladang-ladang pada umumnya terdapat pada lereng-lereng bukit curam yang tanahnya tidak cukup kuat melekat pada lereng tersebut. Air tawar sulit ditemukan, terutama selama musim barat yang kering. Kombinasi dari gunung-gunung, lautan, sifat tanah, dan angin menyebabkan daerah ini sangat baik ditanami pohon-pohon pala dan cengkih.
3. Pola Memusat
Kompleks permukiman penduduk yang berpola memusat umumnya dijumpai di desa-desa yang lahan pertaniannya subur. Lahan pertaniannya berada di sekitar atau di sekeliling permukiman. Contohnya, Desa Bontoramba, Makassar. Perhatikan peta berikut ini!

Desa Bontoramba tanahnya subur, pola permukiman penduduk memusat. Masalah yang dihadapi adalah kekurangan air. Akan tetapi, dengan adanya bangunan-bangunan irigasi yang kecil telah banyak memperbaiki keadaan ini, sehingga kebutuhan beras dapat tercukupi.
Bendungan Sungai Sadang di perbukitan selatan dari pegunungan pusat yang pejal dimaksudkan untuk mengubah bagian itu menjadi daerah ekspor beras di Indonesia. Bontoramba terletak di daerah dataran. Pegunungan  pejal  letaknya  samar-samar  kelihatan  di  batas pemandangan, sedangkan bukit-bukit dekat letaknya. Jalan raya yang menghubungkan Makassar dengan Bontoramba dan desa-desa selanjutnya di pegunungan, kira-kira 15 km, melalui pemandangan sawah-sawah, daerah rumput, semak-semak, dan hutan-hutan belukar.
Satu-satunya sungai, yaitu Sungai Jenebrang yang besar menyisir batas desa sebelah barat daya. Pada peta tampak bahwa pola perkampungan memusat yang agak padat. Rumah-rumah dibangun berdekatan, bertujuan agar orang-orang desa merasa aman dan memudahkan bantu-membantu dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pola Tersebar
Pada pola ini kelompok-kelompok kecil permukiman penduduk berpencaran. Di Indonesia pada umumnya dijumpai di daerah-daerah berikut.
a) Daerah bertanah karst (kapur) yang lahan pertaniannya kurang subur dan sumber air tanahnya tersebar sehingga penduduk menempati daerah-daerah yang tanahnya baik untuk pertanian atau di tempat-tempat yang terdapat sumber air.
b) Pedesaan yang permukaan tanahnya berelief berat, karena jaring jalan penghubung relatif sulit dibuat sehingga kelompok permukiman yang satu sama lainnya relatif tersebar. Contohnya, perkampungan Desa Celapar di Jawa Tengah. Perhatikan peta berikut ini!

Letak perkampungan di Celapar terdapat di daerah pegunungan sebelah selatan dari Kali Serayu di Jawa Tengah. Di Lembah Kali Celapar berjarak 17 km dari Kota Karanganyar (Kabupaten Kebumen, Karesidenan Kedu), terletak Desa Celapar yang merupakan gabungan dari perkampungan-perkampungan atau dukuh-dukuh yang tersebar letaknya. Celepar dan desa-desa lain di daerah Pegunungan Serayu Selatan dapat dikatakan sebagai desa atau daerah yang agak terpencil.
Pola perkampungan di Celapar terdiri dari 13 dukuh yang berjauhan satu dengan lain, diselingi tanah pertanian. Jadi, pola desanya adalah pola tersebar.
5. Pola Radial
Pola ini secara keseluruhan tampak jelas kalau dilihat dari atas atau dari pesawat udara atau helikopter. Pola tata ruang semacam ini umumnya terdapat di sekeliling lembah datar lereng-lereng kaki gunung. Kelompok-kelompok permukiman penduduk pada pola radial umumnya berlokasi di daerah yang berdekatan Daerah Aliran Sungai. Di lembah DAS datar yang cukup ringan transportasinya ke kota biasanya tumbuh menjadi desa-desa yang perkembangannya lebih maju daripada desa-desa yang berada di dataran tinggi. Contohnya, perkampungan Desa Muremarew, di daerah Mamberamo, Irian Jaya (Papua). Perhatikan peta berikut ini!

Pada umumnya, desa-desa di daerah Sungai Mamberamo mempunyai suatu pola yang melingkar (radial) dengan sebuah balai desa yang berbentuk bulat yang disebut kone, terdapat di tengah-tengah. Sekitar kone ada suatu lapangan yang kosong terbuka bernama konnebonnis dan di sekitar lapangan itu dalam dua lingkaran yang konsentris terletak rumah-rumah tempat tinggal penduduk.
Rumah dari lingkaran yang dalam didiami oleh orang-orang yang sudah kawin. Sementara rumah-rumah di lingkaran luar didiami oleh
orang jejaka yang belum kawin, rumah-rumah untuk bermalam para musafir, dan gubug-gubug nawatsyiu (gubug-gubug tempat wanita mengisolasikan diri tiap bulan kalau mereka sedang haid atau pada waktu melahirkan anak).
Desa Muremarew hampir merupakan lingkaran dengan pusatnya sebuah Bukit Serrai yang tingginya 15 m dengan kone di puncaknya. Lingkaran pertama dari sembilan rumah yang terletak di tebing sungai didiami oleh keluarga-keluarga terkemuka. Di desa, bagian ini disebut piyawum. Rumah-rumah itu berbentuk persegi dibangun di atas tiang dan terdiri dari sebuah lantai yang ditutup dengan kulit pohon dan suatu atap miring yang dibuat dari lapisan-lapisan daun palem. Kira-kira 3,5 m lebih rendah dari piyawum, di himpunan pasir terletak bagian desa yang disebut tawanawum.



















Posting Komentar

Posting Komentar