k9fNfc9la6TpAxgmQLSGLRtfzYBM7Q8ABHwNMyzK
Bookmark

Perilaku Individualis sebagai Akibat Sifat Kehidupan Kota

 


Bintarto (1989: 54) mengatakan, bahwa kesibukan setiap warga kota dalam tempo yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatian terhadap sesamanya. Apabila hal ini berlebihan akan menimbulkan sifat acuh tak acuh atau kurang mempunyai toleransi sosial.

Dengan adanya fenomena di atas dan melihat sifat kehidupan kota yang cenderung kepada kondisi: 1) heterogenitas, jumlah dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi, 2) sifat kompetitif, egosentris dan hubungan personal berdasarkan kepentingan pribadi dan keuntungan secara ekonomi, masyarakat kota cenderung menyikapi kondisi tersebut dengan cara:

a.             Hanya saling mengenal terutama dalam satu peranannya saja, misalnya sebagai kondektur, penjaga toko dan sebagainya. Oleh karena itu juga dikatakan bahwa sifat hubungan-personal masyarakat kota tidak bersifat primer, namun lebih bersifat sekunder (berdasarkan peran dan atributnya).

b.            Melindungi diri sendiri secara berlebihan agar tidak terjadi terlalu banyak hubungan-hubungan yang sifatnya pribadi, mengingat konsekuensi waktu, tenaga dan biaya. Orang kota juga harus melindungi dan membatasi diri terhadap relasi yang dianggap potensial membahayakan baginya. Akibatnya ialah seringnya terjadi kontak personal yang ditandai oleh semacam reserve, acuh tak acuh dan kecurigaan.

c.             Cenderung mengadakan kontak, personal bukan dengan keinginan yang berlandaskan kepentingan bersama, namun kebanyakan hubungan itu hanya digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan kepentingan masing-masing individu.

 Perwujudan Perilaku Individualis Masyarakat Kota

Perilaku Individualis pada masyarakat kota secara umum bisa dibedakan dalam 2 aspek, yaitu perwujudan dalam ungkapan fisik (spasial, material dan bentuk), serta perwujudan dalam sikap dan perilakunya. Kedua aspek tersebut bersama-sama mengupayakan suatu  “pertahanan” atau “perlawanan” terhadap kondisi kehidupan kota.

  Perwujudan Perilaku Individualis Dalam Ungkapan Fisik

Perilaku individualis masyarakat kota cenderung akan tercermin atau diungkapkan dalam suatu ungkapan fisik yang berupa batas ruang (territory) atau ungkapan bentuk. Ungkapan fisik yang berupa batas ruang (territory) bisa bersifat tetap atau suatu kondisi yang relatif tidak berubah-ubah, namun bisa juga bersifat tidak tetap. Ini sejalan dengan pendapat Lang (1987: 76), bahwa teritorialitas adalah salah satu perwujudan ego yang tidak ingin diganggu, dan merupakan perwujudan dan privasi. Yang perlu diperhatikan adalah, apabila keinginan perwujudan privasi ini sangat berlebihan, hal ini merupakan indikasi dari sikap dan perilaku individualis.

Beberapa contoh ungkapan fisik sebagai perwujudan perilaku individualis pada masyarakat kota yaitu:

1.     Pemasangan pagar halaman depan yang dibuat sangat tinggi dan masif, mencerminkan ketertutupan, kecurigaan, kehati-hatian dan kurangnya “welcome” terhadap tamu yang akan berkunjung.

2.      Perwujudan bentuk-bentuk bangunan yang tidak selaras dengan lingkungan, hanya karena untuk memenuhi ego pemilik supaya tidak disamakan atau tidak ingin sama dengan lingkungannya, dalam arti supaya dianggap lebih tinggi derajatnya dari lingkungan tersebut.

3.            Tulisan-tulisan atau tanda-tanda petunjuk yang mempunyai indikasi untuk menunjukkan bahwa sesuatu area adalah milik pribadi, bukan untuk masyarakat umum sehingga masyarakat umum tidak boleh masuk area tersebut, atau setidak-tidaknya enggan untuk memasuki mengingat risiko yang mungkin timbul.

 Perwujudan Perilaku Individualis Dalam Sikap dan Perilaku

Perilaku individualis selain diwujudkan dalam ungkapan fisik, juga banyak didapati pada sikap dan perilaku masyarakat kota. Hal ini bisa dilihat dari beberapa contoh:

1.            Kurang akrabnya antartetangga pada suatu kompleks perumahan atau perkampungan, karena masing-masing orang telah sibuk dengan urusannya sendiri.

2.            Masing-masing tetangga merasa tidak perlu menyapa apabila bertemu di jalan, karena merasa tetangga tersebut adalah orang asing bagi orang tersebut. Kemungkinan lain dan kondisi tersebut adalah tidak terpikirkannya orang tersebut untuk menyapa, karena pikirannya memang sudah dipenuhi dengan berbagai kesibukan kerja hari itu.

3.            Kurangnya tenggang rasa dalam bersikap dan berbuat.

Posting Komentar

Posting Komentar