k9fNfc9la6TpAxgmQLSGLRtfzYBM7Q8ABHwNMyzK
Bookmark

Kondisi Fisiografis Pulau Jawa

Banyak kenampakan roman muka bumi khas yang berada di Pulau Jawa. Berdasarkan ciri geografisnya Pulau Jawa sendiri merupakan geosinklinal muda dan jalur orogenik dengan pengaruh vulkanisme yang kuat. Karena hal tersebutlah sehingga Pulai Jawa memiliki bentukan memanjang dan sempit.

Pulau Jawa sendiri merupakan pulau terluas ke-13 di dunia dengan luasan 127.000 km2.

Gambar 1.1 Fisiografi Pulau Jawa dan Madura menurut Van Bemmelen 1970

Secara geografis dan struktural, Van Bemmelen (1970) mengkatogerikan Pulau Jawa menjadi 4 bagian, yaitu:

Jawa Barat

Secara fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi bagian Jawa Barat menjadi 4 jalur, yaitu:

  • Zona Jakarta

Pada zona ini mencakup tepi Laut Jawa dengan lebar 40 km2 yang terbentang mulai dari Serang hingga Cirebon yang didominasi oleh endapan alluvial.

  • Zona Bogor

Di zona ini mencakup bagian Rangkasibitung melalui Bogor, Purwakarta, Subang, Sumedang, Kuningan, dan Majalengka. Zona ini merupakan perbukitan lipatan yang terbentuk dari batuan sedimen tersier yang membentuk suatu anticlinorium. Di beberapa tempat mengalami adanya patahan pada zaman Pliosen – Plistosen.

  • Zona Bandung

Zona ini merupakan daerah dengan dominasi kegiatan vulkanisme dan merupakan suatu depresi dibandingkan zona lainnya. Zona Bandung memiliki kelimpahan endapan alluvial, vulkanik muda dan di beberapa tempat merupakan campuran endapan tersier dan kuarter. Pegunungan Bayar, Perbukitan Kabanaran merupakan salah satu contoh hasil bentukan di kala tersier. 

  • Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat

Pada zona ini mencakup Teluk Pelabuhan Ratu hingga Pulau Nusakambangan. Zona ini memiliki lebar 50 km2. Pada zaman Miosen terjadi pelipatan dan pengangkatan dengan kemiringan lemah ke arah Samudera Indonesia.

Gambar 1.2 Fisiografi Daerah Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)

Jawa Tengah

Menurut penelitian Van Bemmelen (1948), secara fisiografis Jawa Tengah dibagi menjadi 3 zona, yaitu:

  • Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zona Lipatan,
  • Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zona Depresi,
  • Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zona Plato.

https://ptbudie.files.wordpress.com/2009/01/g-ungaran.jpg?w=600

Gambar 1.3 Fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1970)

Jawa Timur

Jawa Timur sendiri memiliki luas wilayah seluas 46.428 km2. Secara umum Jawa Timur terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan yang hamper mencakup 90% dari seluruh luas wilayah Jawa Timur, dan wilayah Kepulauan Madura.

Secara fisiografi, Jawa Timur dibedakan menjadi 7 zona, yaitu:

Zona Pegunungan Selatan

Pada zona ini batuan pembentuknya terdiri atas batuan silisiklastik, volkanik, volkaniklastik, dan batuan karbonat (Buranda, 2015). Secara garis besar, pada zona ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu Gunung Sewu di bagian selatan, Cekungan Wonosari dan Baturetno di bagian tengah, dan Pegunungan Baturagung, Panggung, Popoh di bagian utara.

Zona Solo

Zona ini merupakan daerah depresi yang ditumbuhi oleh vulkanik – vulkanik kuarter (Burangda, 2015). Zona Solo terbagi menjadi 3 zona, yaitu Sub-zona Bliter, Sub-zona Solo Sensu Stricto (kuarter), dan Sub-zona Ngawi.

Zona Kendeng

Menurut Van Bemmelen, pada zona ini telah mengalami pelipatan dan pengangkatan sebanyak 3 kali. Batuan yang menjadi pembentuk zona ini terdiri atas sekuen dari volkanogenik dan pelagik. Zona ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Kendeng Barat, Kendeng Tengah, dan Kendeng Timur.

Zona Depresi Randublatung

Sesuai namanya, zona ini merupakan zona depresi yang memisahkan Zona Kendeng dan Perbukitan Rembang. Di bagian timur zona ini terdapat lipatan yang terbentuk akibat tekanan dari Perbukitan Rembang dan Zona Kendeng.

Zona Perbukitan Rembang

Zona ini dapat diteruskan menuju Pulau Madura, batuan pembentuknya sendiri terdiri atas endapan laut dangkal, sedimen klastik, dan batuan karbonat. Terdapat patahan dan banyak lipatan yang berarah dari timur ke barat.

Zona Depresi Semarang – Rembang

Merupakan zona depresi yang telah ada sejak Neogen, yang kemudian pada akhir Kuarter berubah menjadi selat yang memisahkan Gunung Muris dari Pulau Jawa. Dalam skala geologi, endapan pada depresi ini masih tergolong muda (150 tahun menjadi daratan).

Kompleks Gunung Muria

Daerah ini berumur Pleitosen Awal. Pada bagian puncak membentuk graben. Dasar dari daerah ini sendiri adalah lapisan sedimen klastik berumur Neogen.

http://assets.kompasiana.com/statics/crawl/556201360423bd0c038b4568.jpeg?t=o&v=700

Gambar 1.4 Fisiografi Jawa Timur

 

Posting Komentar

Posting Komentar