Ancaman Tersembunyi Gempa Megathrust di Indonesia

Indonesia, sebuah negara kepulauan yang indah, terletak di atas salah satu jalur geologis paling aktif di dunia, Cincin Api Pasifik. Posisi ini menempatkan Indonesia pada pertemuan beberapa lempeng tektonik besar—termasuk Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Interaksi konstan antar lempeng ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara paling rawan gempa bumi dan tsunami di dunia. Di antara berbagai sumber gempa, ada satu ancaman besar yang sering disebut sebagai "raksasa tidur": gempa megathrust.
Tatanan Tektonik Lempeng di Indonesia |
Apa Itu Gempa Megathrust?
Megathrust adalah istilah untuk patahan naik yang sangat besar yang terbentuk di zona subduksi, yaitu area di mana satu lempeng tektonik menunjam ke bawah lempeng lainnya. Dalam konteks Indonesia, Lempeng Indo-Australia yang lebih padat bergerak dan menyusup ke bawah Lempeng Eurasia yang lebih ringan. Proses ini tidak berjalan mulus; lempeng-lempeng tersebut dapat saling mengunci, menyebabkan akumulasi energi yang sangat besar selama puluhan hingga ratusan tahun.
Ketika batuan di bidang kontak antar lempeng ini tidak lagi mampu menahan tekanan, energi yang terakumulasi akan lepas secara tiba-tiba. Pelepasan energi inilah yang menghasilkan gempa bumi dahsyat yang disebut gempa megathrust. Karena pusat gempanya berada di laut pada kedalaman dangkal dan menyebabkan deformasi vertikal dasar laut yang signifikan, gempa megathrust merupakan pemicu utama tsunami yang paling merusak.
Peta sumber gempa di Indonesia |
Peta Ancaman Megathrust di Indonesia
Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) telah memetakan setidaknya 13 segmen sumber gempa megathrust yang mengancam wilayah Indonesia. Beberapa segmen yang paling menjadi sorotan berada di sepanjang Pulau Sumatera hingga selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Khusus di selatan Pulau Jawa, para ahli telah mengidentifikasi beberapa segmen megathrust dengan potensi kekuatan gempa yang signifikan, di antaranya:
Megathrust Selat Sunda: Berpotensi memicu gempa hingga magnitudo 8,7.
Megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah: Juga memiliki potensi kekuatan hingga magnitudo 8,7.
Megathrust Jawa Timur: Diperkirakan memiliki potensi kekuatan yang serupa, yaitu magnitudo 8,7.
Jika salah satu dari segmen ini melepaskan energinya, guncangan yang dihasilkan dapat mencapai skala intensitas VII-VIII MMI (Modified Mercalli Intensity), yang berarti dapat menyebabkan kerusakan sedang hingga berat pada bangunan. Lebih dari itu, ancaman utamanya adalah potensi tsunami dahsyat yang bisa menerjang pesisir selatan Jawa dengan ketinggian gelombang yang diperkirakan bisa mencapai lebih dari 20 meter.
Belajar dari Sejarah dan Konsep Seismic Gap
Sejarah mencatat beberapa tsunami mematikan di selatan Jawa, seperti yang terjadi di Banyuwangi pada tahun 1994 (menewaskan 250 orang) dan di Pangandaran pada tahun 2006 (menewaskan 668 orang). Peristiwa-peristiwa ini adalah bukti nyata bahwa ancaman tsunami di wilayah ini benar-benar ada.
Peta Zona Megathrust di Indonesia
Para ilmuwan juga mengkhawatirkan adanya seismic gap atau celah seismik di beberapa zona megathrust. Seismic gap adalah segmen patahan yang telah lama tidak mengalami gempa besar, sehingga diyakini telah menyimpan energi yang sangat besar dan berpotensi memicu gempa dahsyat di masa depan. Semakin lama sebuah segmen tidak melepaskan energinya, semakin besar pula potensi gempa yang akan dihasilkannya.
Kesiapsiagaan Adalah Kunci
Penting untuk digarisbawahi bahwa informasi mengenai potensi gempa megathrust ini bukanlah sebuah prediksi yang menyatakan gempa akan terjadi dalam waktu dekat. Hingga saat ini, tidak ada teknologi yang mampu memprediksi kapan gempa akan terjadi secara pasti.
Informasi ini adalah landasan ilmiah untuk upaya mitigasi dan kesiapsiagaan. Tujuannya adalah untuk membangun kesadaran dan mempersiapkan masyarakat guna meminimalkan risiko korban jiwa dan kerugian ekonomi jika skenario terburuk terjadi. Upaya mitigasi ini mencakup dua hal utama:
Mitigasi Struktural: Memastikan infrastruktur penting dan bangunan dirancang agar tahan terhadap guncangan gempa kuat.
Mitigasi Non-Struktural: Melakukan edukasi publik secara berkelanjutan, menyusun rencana tata ruang berbasis risiko bencana, serta menyiapkan dan melatih masyarakat mengenai jalur dan prosedur evakuasi tsunami.
Pada akhirnya, hidup berdampingan dengan ancaman gempa megathrust menuntut kewaspadaan dan persiapan. Dengan memahami risikonya dan mengambil langkah-langkah konkret untuk mitigasi, masyarakat Indonesia dapat lebih tangguh dalam menghadapi salah satu ancaman alam terbesar di planet ini.