k9fNfc9la6TpAxgmQLSGLRtfzYBM7Q8ABHwNMyzK
Bookmark

Klasifikasi Bentuk Lahan Menurut Verstappen

Permukaan bumi yang kita diami memiliki relief yang sangat beragam, mulai dari puncak gunung yang menjulang tinggi, lembah sungai yang berkelok, hingga dataran pantai yang landai. Ilmu yang mempelajari tentang segala bentuk lahan di permukaan bumi beserta proses pembentukannya dikenal sebagai geomorfologi. Salah satu kerangka kerja yang paling berpengaruh dan banyak digunakan dalam studi ini adalah sistem klasifikasi yang dikembangkan oleh H. Th. Verstappen pada tahun 1983. Klasifikasi ini mengelompokkan bentuk lahan berdasarkan genesis atau proses utama yang membentuknya, memberikan kita cara yang sistematis untuk memahami "wajah" bumi.



Menurut Verstappen, bentuk lahan dapat dibagi menjadi beberapa kategori utama berdasarkan tenaga pembentuknya, baik yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun dari luar bumi (eksogen), serta pengaruh organisme dan manusia.

1. Bentuk Lahan Asal Vulkanik (V)

Bentuk lahan ini lahir dari kekuatan luar biasa di dalam perut bumi. Proses vulkanisme, yang melibatkan pergerakan magma menuju permukaan, menciptakan berbagai bentukan seperti kerucut gunung api, kawah, kaldera, lereng vulkanik, hingga dataran lava yang luas. Contoh ikonik dari bentuk lahan ini di Indonesia adalah kompleks Gunung Merapi di Jawa Tengah atau Gunung Lokon di Sulawesi Utara.


Gunung Merapi, sebuah contoh bentuk lahan vulkanik yang aktif di Indonesia.

2. Bentuk Lahan Asal Struktural (S)

Tenaga endogen juga bertanggung jawab atas pembentukan bentuk lahan struktural. Proses tektonik seperti pengangkatan, perlipatan (lipatan), dan patahan (sesar) pada kerak bumi menjadi pembentuk utamanya. Hasilnya bisa berupa pegunungan lipatan, perbukitan monoklinal, kubah (dome), hingga gawir sesar yang curam. Patahan San Andreas di Amerika Serikat adalah contoh skala besar dari bentuk lahan yang dikontrol oleh proses struktural.


Patahan San Andreas di California, contoh nyata dari bentuk lahan asal struktural.

3. Bentuk Lahan Asal Fluvial (F)

Tenaga air yang mengalir di permukaan, seperti sungai, memiliki peran besar dalam mengikis, mengangkut, dan mengendapkan material. Proses ini menciptakan bentuk lahan fluvial. Contohnya meliputi dataran aluvial yang subur, tanggul alam di sepanjang sungai, teras sungai kuno, meander (kelokan sungai), dan delta di muara sungai, seperti delta kecil Sungai Musi tempat Pulau Kemaro terbentuk.


Delta sungai, terbentuk dari endapan material yang dibawa oleh aliran air, merupakan ciri khas bentuk lahan fluvial.

4. Bentuk Lahan Asal Solusional (K)

Bentuk lahan ini, sering juga disebut topografi karst, terbentuk akibat proses pelarutan batuan yang mudah larut oleh air, terutama batuan gamping. Proses ini menciptakan pemandangan yang unik, seperti gua-gua dengan stalaktit dan stalagmit, sungai bawah tanah, serta depresi tertutup seperti dolina, uvala, dan polje. Kawasan karst di Gunungsewu, Yogyakarta, adalah contoh utama dari bentuk lahan solusional.



Perbukitan karst dengan bentukan kerucut yang khas, hasil dari proses pelarutan batuan.

5. Bentuk Lahan Asal Denudasional (D)

Denudasi adalah proses "penelanjangan" permukaan bumi yang melibatkan pelapukan batuan, erosi, dan gerakan massa (misalnya tanah longsor). Proses ini cenderung meratakan relief yang ada, menghasilkan bentuk lahan seperti perbukitan terkikis, lereng kaki (kaki lereng), dan bukit sisa (monadnock) yang terisolasi karena batuan di sekitarnya telah habis terkikis.



Sebuah bukit sisa (butte) yang berdiri terisolasi sebagai hasil dari proses denudasi yang intens.

6. Bentuk Lahan Asal Eolin (E)

Di daerah kering dengan sedikit vegetasi, angin menjadi agen geomorfologi yang dominan. Proses eolin ini mengikis, memindahkan, dan mengendapkan material pasir dan debu, membentuk medan yang khas seperti gumuk pasir (dunes) dalam berbagai bentuk (barchan, parabola) dan dataran debu (loess). Gumuk pasir di Parangkusumo, Yogyakarta, adalah contoh terkenal dari bentuk lahan asal eolin di Indonesia.


Gumuk pasir yang terbentuk oleh aktivitas angin (eolin).

7. Bentuk Lahan Asal Marin (M)

Aktivitas di pesisir, yang digerakkan oleh gelombang, arus laut, dan pasang surut, membentuk bentuk lahan marin. Proses abrasi (pengikisan oleh gelombang) dapat menciptakan tebing curam (cliff), sedangkan sedimentasi membentuk gisik (pantai), beting pasir, dan tombolo.


Tebing curam dan pantai berpasir adalah contoh bentuk lahan yang dibentuk oleh proses marin.

8. Bentuk Lahan Asal Glasial (G)

Di daerah beriklim dingin, gerakan massa es atau gletser menjadi pembentuk lahan utama. Gletser yang bergerak menuruni lereng akan mengikis batuan di bawahnya, menciptakan lembah berbentuk U (U-shaped valley), moraine (endapan material yang dibawa gletser), dan cirque (cekungan di puncak gunung). Bentuk lahan ini tidak umum di Indonesia namun banyak ditemukan di pegunungan tinggi di lintang sedang dan tinggi.


Lembah berbentuk U yang khas, diukir oleh pergerakan gletser, merupakan contoh bentuk lahan glasial.

9. Bentuk Lahan Asal Organik (O) dan Antropogenik (A)

Terakhir, Verstappen juga mengakui peran organisme hidup dan manusia. Bentuk lahan organik diciptakan oleh aktivitas makhluk hidup, contoh utamanya adalah terumbu karang yang dibangun oleh koloni polip karang. Sementara itu, bentuk lahan antropogenik adalah hasil dari aktivitas manusia, seperti pembangunan kota, pelabuhan, waduk, dan area pertambangan yang secara signifikan mengubah topografi asli.


Aktivitas manusia merubah bentuklahan menjadi kota

Klasifikasi Verstappen memberikan lensa yang kuat untuk membaca lanskap di sekitar kita. Setiap bukit, lembah, dan dataran menceritakan kisah tentang kekuatan dahsyat yang telah membentuknya selama ribuan hingga jutaan tahun, sebuah interaksi dinamis antara proses internal, eksternal, dan biologis.

Dengarkan
Pilih Suara
1x
* Mengubah pengaturan akan membuat artikel dibacakan ulang dari awal.
Posting Komentar